Membangun Makna Melalui Karya

Fauzi Rizki Pratama
5 min readFeb 7, 2023

--

Pembukaan Raksa Desa — Yayasan Rumah Harapan Kita

Sudah lama saya tidak melentikkan jari untuk menulis untaian kata yang ada di kepala. Terakhir, tulisan dibuat ketika sebelum menemukan pekerjaan yang hari ini sedang dilakoni. Rasanya memang menjadi hambar ketika kebiasaan menulis menjadi hilang, tapi pada momen sebelumnya, ada beberapa prioritas yang memang tak bisa ditinggalkan.

Singkat cerita, tulisan terakhir sebelum ini dipengaruhi oleh kondisi pada saat itu, ketika kehilangan pekerjaan karena suatu hal yang banyak orang lain ketahui juga. Walaupun mencoba berlaku baik-baik saja, namun tetap ada sebuah rasa cemas yang menyelimuti. Cemas ini coba dikelola oleh diri menjadi sebuah tenaga baru, karena dasarnya jika kita terjebak dalam sebuah kecemasan itu sendiri, ya artinya akan semakin kecil kemungkinan diri kita untuk bisa bangkit kembali.

Kurang lebih dua bulan saya tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Saya bisa merasakan momen dimana pagi hari terasa seperti akhir pekan. Tanpa ada aktivitas yang mewajibkan saya berangkat ke suatu tempat, tanpa ada pula tuntutan tuan yang mengharuskan saya menurutinya. Namun, bukannya bahagia, kondisi itu membuat diri ini menjadi berpikir keras untuk menentukan langkah hidup kedepannya. Disaat berbagai macam rencana kehidupan mulai disusun, disaat itu pula tantangannya mulai menyertai, dan itu yang menjadi kondisi yang dirasakan kala itu.

Dari beragama aktivitas yang saya lakukan, saya berfokus pada bidang yang saya geluti, yakni kesejahteraan sosial. Fokus ini saya salurkan melalui lembaga yang saya dan teman-teman Pager Asik bangun bersama, yaitu Yayasan Rumah Harapan Kita. Yayasan ini berfokus pada pengembangan masyarakat dan juga perlindungan sosial bagi kaum rentan didalamnya. Lembaga kecil yang baru berdiri diawal tahun 2022 ini menjadi ruang yang ternyata membuat saya banyak belajar tentang arti sebuah perjuangan yang penuh derita dan rasa syukur yang penuh bahagia. Beberapa kali saya terlibat dalam penanganan kasus anak secara klinis, berkunjung ke lembaga lain di luar kota, dan bahkan terlibat dalam sebuah program hasil kerjasama dengan pemerintah. Tak akan semua saya ceritakan, karena ada satu program yang membuat saya jatuh hati untuk memulainya.

Kejadian yang terjadi ditempat kerja saya sebelumnya membuat saya memiliki lebih banyak waktu untuk merancang sebuah konsep yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Tidak, bukan berarti visi dan nilai dari lembaga ini yang diubah, hanya saja cara untuk meraihnya coba diulik kembali.

Dengan alasan bahwa ingin memberikan dampak yang luas dan berkelanjutan dengan melalui satu pintu, akhirnya terpikirlah untuk coba merancang sebuah program bertajuk Social Innovation Academy, yang dimana program ini bertujuan untuk menjadi ruang berkembang anak muda untuk mengasah pengetahuan dan keterampilannya melalui bidang pemberdayaan masyarakat.

Kalian bisa menangkap isinya? ya, kami ingin membangun sebuah hubungan transaksional antara potensi kesejahteraan sosial, yang dalam hal ini (dan saat ini) adalah anak muda dengan masyarakat yang membutuhkan. Kami ingin mencoba mengembangkan diri anak muda sekaligus juga menanamkan nilai sosial didalamnya.

Mengapa bisa? tentu bisa. Bagi kalian yang belum tahu, dunia sosial itu bukan hanya berbicara tentang berderma semata. Diawal memulai langkah ini, saya dan juga teman-teman memang sudah bersepakat bahwa konsentrasi kita bukan digerakan filantropis semata. Bukan hanya sebatas berbagi dan selesai. Bukan berarti buruk, namun peran itu nyatanya sudah banyak sekali yang menjalankan dan memang tidak membuat sebuah perubahan, hanya sebatas amal untuk menolong diri kita masing-masing (itulah alasan mengapa tetap ada program beramal, hanya saja tidak menjadi konsentrasi utama).

Ketika kita mendalami dunia kesejahteraan sosial, kita akan belajar ilmu eklektik, yakni ilmu irisan dari beragam dasar keilmuan. Terkadang kita bertemu urusan psikologis, sosiologis, antropologis dan bahkan politis sekalipun. Kalian bisa baca definisi kesejahteraan sosial secara keilmuan untuk lebih lengkapnya. Namun intinya, poin tersebut mengarahkan kita untuk mempersiapkan diri menghadapi dinamika yang super kompleks. Kesempatan itulah yang ditawarkan kepada anak-anak muda untuk belajar mengembangkan dirinya, melalui dunia kesejahteraan sosial. Hanya mengecap, syukur jika nantinya ingin konsentrasi dibidang ini. Namun apapun itu nanti, poinnya adalah melalui program ini kita bisa mengambil dua hasil, yakni berkembangnya anak muda itu sendiri bagik secara pengetahuan, keterampilan maupun nilai; serta pula memberikan dampak berkelanjutan di suatu daerah yang dijadikan tempat “KKN”-nya para peserta Simy. Ya, peserta Simy memang diminta untuk merancang program sosial yang tidak hanya selesai ketika program berlangsung. Melainkan harus berkelanjutan walaupun program Simy pada batch tersebut telah diselesaikan.

Hasil Rembug Warga Ketika Melakukan Asesmen Di Raksa Desa

Singkat cerita, rangkaian program Simy dari mulai inkubasi sampai dengan pelaksanaan aksi yang diberi nama Raksa Desa, akhirnya terselenggara dengan baik. Bukan sempurna, namun setidaknya tujuan untuk membuat sebuah perubahan kecil akhirnya tercapai.

Mengambil Makna Dari Sebuah Karya

Tanpa disadari, karya yang terlahir ketika kondisi kepepet, akhirnya kembali mengingatkan saya tentang artinya sebuah “penerimaan”. Sudah berulang kali diingatkan padahal, bahwa sebaik-baiknya rencana manusia, rencana yang terbaik hanya milik Allah semata. Kala itu saya terjebak disebuah situasi rasa yang bergejolak, seakan semuanya habis, seakan semuanya telah terenggut. Namun, kondisi itu justru bisa membuat karya baru terlahir. Membuat sebuah harapan kembali mengudara, membuat spirit kembali bergejolak.

Pager Asik pada saat Closing Raksa Desa

Atau mari kita lihat makna yang lebih membumi. Saya tipe orang yang percaya bahwa hal-hal kecil di masa lalu akan mempengaruhi peristiwa yang akan terjadi di masa setelahnya. Mari kita anggap bahwa ide ini adalah sebuah hal kecil, dan hasilnya ternyata berdampak tidak hanya untuk saya sendiri. Ada puluhan warga yang akhirnya bisa merasakan pendidikan kembali, ada sekumpulan anak muda yang akhirnya memiliki sebuah objek destinasi untuk dikembangkan, dan juga ada sekelompok anak muda yang menahan haru setelah ikhtiarnya berbuah manis. Begitulah romantisme perjuangan yang dirasakan oleh mereka.

Mungkin saat ini, program ini terus disempurnakan, dan akan menjadi sebuah tawaran gagasan bagi Tasikmalaya, dan mungkin nanti untuk Indonesia. Jadi tantangan yang baru untuk saya dan teman-teman yang lain. Berikhtiar sekuatnya, dan tawakal seluasnya. Konsep tentang “domain manusia-Allah” menjadi nilai yang mendasari perjuangan selanjutnya. Hal ini menandakan, kami bersiap untuk berdinamika kembali di tahun yang baru ini!

--

--

Fauzi Rizki Pratama
Fauzi Rizki Pratama

Written by Fauzi Rizki Pratama

Khoirunnas 'anfauhum linnas | Social Worker | Founder Youth Movers of Tasik | CEO Rumah Harapan Kita Foundation

No responses yet